Kota
Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa
Barat. Lokasi Kota Bandung sangat strategis, dilihat dari segi komunikasi,
perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh :
1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya :
1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya :
a.
Barat - Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara
b.Utara
- Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan
(Subang dan Pangalengan).
2. Letak yang tidak terisolasi dan dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.
2. Letak yang tidak terisolasi dan dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.
2.
IKLIM
Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Temperatur rata-rata 23,10 C, curah hujan rata-rata 204,11 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 18 hari per bulannya (keadaan tahun 2001). Dominasi penggunaan lahan di kota Bandung adalah tanah pekarangan dengan presentase 56,76% atau seluas 9.487 Ha. Lahan sawah seluas 1.290 Ha atau 12,73%.
Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Temperatur rata-rata 23,10 C, curah hujan rata-rata 204,11 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 18 hari per bulannya (keadaan tahun 2001). Dominasi penggunaan lahan di kota Bandung adalah tanah pekarangan dengan presentase 56,76% atau seluas 9.487 Ha. Lahan sawah seluas 1.290 Ha atau 12,73%.
3.
ORIENTASI WILAYAH
Secara geografis wilayah Kota
Bandung berada antara 107°36’ BT dan 6°55’ LS dengan luas wilayah 167,45 km2
dengan batas-batas sebagai berikut :
Batas Utara : Kabupaten Bandung
Batas Selatan : Kabupaten Bandung
Batas Timur : Kabupaten Bandung
Batas Barat : Kabupaten Bandung
Wilayah
Kota Bandung terbagi dalam :
1.
26 Kecamatan, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Camat.
2.
139 Kelurahan / Desa yang masing-masing dikepalai oleh seorang Lurah /
Kepala Desa.
3.
1.494 Rukun Warga (RW) yang masing-masing diketuai oleh seorang Ketua RW.
4.
9.205 Rukun Tetangga (RT), yang masing-masing dikepalai oleh seorang Ketua RT
Secara topografi Kota Bandung
terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (dpl), titik
tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terendah di sebelah
Selatan 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan
sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah relatif datar sedangkan di wilayah
kota bagian Utara berbukit-bukit yang menjadikan panorama indah. Keadaan
geologis dan tanah yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman
kwarter dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu.
Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, di bagian selatan
serta di bagian timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan
liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol.
4. KESEHATAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
Keadaan
kesehatan diberbagai wilayah bervariasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
wilayah dan kualitas lingkungannya. Perbedaan antar wilayah dalam perkembangan
wilayah dan kualitas lingkungan dan budaya akan menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat yang berbeda. Mengingat masalah kesehatan selalu berubah sesuai
dengan pola sosial ekonomi dan lingkungan maka para pengambil keputusan dalam
penyusunan kebijaksanaan dan program kesehatan perlu memperhatikan dan
mengetahui data dan informasi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan
munculnya kesehatan tersebut.
Tujuan
studi ini adalah melakukan analisis spasial masalah pencemaran lingkungan dan
kesehatan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kepedulian dan kemampuan
pelaksana program didaerah agar mau dan mampu menanggulanginya, pencemaran sudah mulai dilakukan
pemerintah daerah Kota Bandung hanya saja baru terbatas beberapa parameter dan
belum meliputi seluruh wilayah. Dari analisis data didapatkan tingkat
pencemaran udara di Kota Bandung masih di bawah NAB, kecuali untuk parameter
SO2 dan NOx di beberapa wilayah sdah melebihi NAB. Konsentrasi
zat pencemar udara tinggi di daerah-daerah Astanaanyar, Sumur
Batu dan Bandung Wetan. Tingkat pencemaran air bersih oleh bakteriologi
bervariasi antar daerah.
Disimpulkan bahwa terdapatnya hubungan bermakna antara
cakupan air bersih dan kualitas air mandi/cuci dengan prevalensi diare dan
kualitas air minum/masak dengan prevalensi tifoid; sedangkan tingkat pencemaran
udara tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan prevalensi penyakit
saluran pernafasan.
5. AIR BERSIH
Sumber air bersih untuk pelayanan
Kota Bandung berasal dari air permukaan, mata air dan sumur dalam. Kapasitas
produksi air bersih dari ketiga jenis sumber adalah sebesar 77.902.392 m3. Jika
dibandingkan dengan tahun 1998 yang hanya 71.067.511m3, kapasitas sumber air
tersebut mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,34% setiap tahunnya. Jumlah
air minum yang disalurkan ke pelanggan oleh PDAM sampai akhir tahun 2002 adalah
sebanyak 35.828.311 m3 dengan nilai penjualan sebesar Rp93.839.990.000,00 yang
terdiri atas 9 kategori yaitu rumah tempat tinggal 27.777.922 m3 atau lebih
dari 77,53%, sedangkan sisanya terdiri dari hotel/obyek pariwisata, badan-badan
sosial dan rumah sakit, tempat peribadatan, umum, perusahaan-perusahaan,
instansi pemerintah, dan lain-lain.
TABEL KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA AIR BERSIH KOTA
BANDUNG
Jumlah Penduduk
|
Kapasitas Produksi Eksisting
|
Kebutuhan
Ideal
Kota
Metropolitan
|
Kebutuhan
Total
(liter/hari)
|
Selisih
(liter/hari)
|
|
Liter/detik
|
Liter/hari
|
||||
1.867.010
|
2470,2671
|
213.431.074
|
185 l/orang/hari
|
345.396.850
|
131.965.776
|
Sesuai dengan standar kota
Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 185 liter/orang, Kota Bandung dengan
jumlah penduduk 1.867.010 jiwa membutuhkan 345.396.850 liter/hari. Jumlah ini
didapatkan dari jumlah penduduk x 185 liter/orang/hari. Namun PDAM Kota Bandung
baru dapat memproduksi sebanyak 213.431.074 liter/hari. Sehingga masih
dibutuhkan kapasitas produksi sebanyak 131.965.776 liter/hari.
Dengan asumsi kebocoran yang
diperbolehkan untuk Kota Metropolitan sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah
185 liter/orang/hari, maka kebutuhan air bersih untuk Kota Bandung tiap tahun
akan semakin bertambah dan diupayakan
air bersih setiap daerah bisa diminimalisir dan setiap lapisan masyarakat bisa
menikmatinya.
6. KOMPONEN PERSAMPAHAN
Seperti
kota-kota metropolitan lain, masalah sampah di Kota Bandung merupakan masalah
yang serius untuk ditangani. Menurut data dari PD Kebersihan Kota Bandung,
pelayanan sampah di Kota Bandung hanya mencakup 62,73% dari total timbulan sampah.
Timbulan sampah terbesar berasal pemukiman yaitu sebesar 3.921,76m3/hari atau 57,92% dari total
timbulan sampah. Jumlah total sarana pengangkutan sampah adalah sebanyak 108
unit. Sebagian besar masa pakai lebih dari lima tahun, yaitu sebanyak 96 unit.
Masalah yang timbul dengan dipakainya alat berumur lama, kerusakan yang terjadi
pada alat-alat tersebut. Selain biaya operasional yang tinggi, juga kapasitas
dan kemampuan alat tersebut lebih rendah. Dari 108 unit alat pengangkutan yang
ada, 34 diantaranya dalam kondisi rusak dan tidak bisa beroperasi.
Proses terakhir dari pengelolaan
sampah adalah pengolahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Untuk melayani
pembuangan sampah dari Kota Bandung, tersedia tiga lokasi Tempat Pembuangan
Akhir, yaitu TPA Pasir Impun, TPA Leuwigajah dan TPA Jelekong. Namun saat ini,
yang bisa beroperasi penuh hanya dua TPA yaitu TPA Leuwigajah dan TPA Jelekong,
sedangkan TPA Pasir Impun tidak beroperasi lagi karena tuntutan masyarakat
sekitar yang terganggu kenyamanannya dengan adanya TPA tersebut. Sesuai dengan
standar kota Metropolitan, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 0.0035
m3/orang/hari, Kota Bandung dengan jumlah penduduk 1.867.010 jiwa, menghasilkan
4068,21 m3 sampah. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 0.0035
m3/orang/hari. Namun PDAM Kota Bandung baru dapat memproduksi sebanyak 4068,21
m3. Sehingga banyaknya sampah yang belum terlayani adalah 2466,32 m3
Upaya kedepannya Pemerintah atau
Instansi yang terkait bisa memperbaiki kinerjanya lagi dalam masalah
persampahan dan masyarakat lebih sadar lagi agar tidak membuang sampah
sembarangan yang akan mengakibatkan kebanjiran disaat musim penghujan.
7. DRAINASE
Kondisi prasarana drainase Kota
Bandung secara umum dalam kondisi baik. Frekuensi terjadinya banjir dan
genangan juga relatif kecil, mengingat keadaan topografi Kota Bandung yang
sebagian besar adalah daerah dengan kemiringan cukup besar. Hanya saja ada
daerah-daerah tertentu, pada saat-saat tertentu terjadi genangan akibat
sumbatan sampah pada saluran drainase. Untuk itu diupayakan masyarakat lebih
memperhatikan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
8.
DAFTAR PUSTAKA
Suminar Laily. 2000. Pentingnya Perencanaan Wilayah dan Kota.
Perencanaan
Pengembangan Wilayah. Bandung