Bladsye

Dinsdag 14 Mei 2013

MENGANALISIS MASALAH KOTA BANDUNG

1. PROFIL WILAYAH
            Kota Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kota Bandung sangat strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh :
1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya :
a. Barat - Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara
b.Utara - Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan
  (Subang dan Pangalengan).
2. Letak yang tidak terisolasi dan dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.

2. IKLIM 
     Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Temperatur rata-rata 23,10 C, curah hujan rata-rata 204,11 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 18 hari per bulannya (keadaan tahun 2001). Dominasi penggunaan lahan di kota Bandung adalah tanah pekarangan dengan presentase 56,76% atau seluas 9.487 Ha. Lahan sawah seluas 1.290 Ha atau 12,73%.

3. ORIENTASI WILAYAH
            Secara geografis wilayah Kota Bandung berada antara 107°36’ BT dan 6°55’ LS dengan luas wilayah 167,45 km2 dengan batas-batas sebagai berikut :
􀂉 Batas Utara : Kabupaten Bandung
􀂉 Batas Selatan : Kabupaten Bandung
􀂉 Batas Timur : Kabupaten Bandung
􀂉 Batas Barat : Kabupaten Bandung
Wilayah Kota Bandung terbagi dalam :
1. 26 Kecamatan, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Camat.
2. 139 Kelurahan / Desa yang masing-masing dikepalai oleh seorang Lurah /
    Kepala Desa.
3. 1.494 Rukun Warga (RW) yang masing-masing diketuai oleh seorang Ketua RW.
4. 9.205 Rukun Tetangga (RT), yang masing-masing dikepalai oleh seorang Ketua RT
            Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terendah di sebelah Selatan 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah relatif datar sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit yang menjadikan panorama indah. Keadaan geologis dan tanah yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwarter dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, di bagian selatan serta di bagian timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol.

4. KESEHATAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
            Keadaan kesehatan diberbagai wilayah bervariasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan wilayah dan kualitas lingkungannya. Perbedaan antar wilayah dalam perkembangan wilayah dan kualitas lingkungan dan budaya akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang berbeda. Mengingat masalah kesehatan selalu berubah sesuai dengan pola sosial ekonomi dan lingkungan maka para pengambil keputusan dalam penyusunan kebijaksanaan dan program kesehatan perlu memperhatikan dan mengetahui data dan informasi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan munculnya kesehatan tersebut.
            Tujuan studi ini adalah melakukan analisis spasial masalah pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kepedulian dan kemampuan pelaksana program didaerah agar mau dan mampu menanggulanginya, pencemaran sudah mulai dilakukan pemerintah daerah Kota Bandung hanya saja baru terbatas beberapa parameter dan belum meliputi seluruh wilayah. Dari analisis data didapatkan tingkat pencemaran udara di Kota Bandung masih di bawah NAB, kecuali untuk parameter SO2 dan NOx di beberapa wilayah sdah melebihi NAB. Konsentrasi zat pencemar udara tinggi di daerah-daerah Astanaanyar, Sumur Batu dan Bandung Wetan. Tingkat pencemaran air bersih oleh bakteriologi bervariasi antar daerah.
            Disimpulkan bahwa terdapatnya hubungan bermakna antara cakupan air bersih dan kualitas air mandi/cuci dengan prevalensi diare dan kualitas air minum/masak dengan prevalensi tifoid; sedangkan tingkat pencemaran udara tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan prevalensi penyakit saluran pernafasan.

5. AIR BERSIH
            Sumber air bersih untuk pelayanan Kota Bandung berasal dari air permukaan, mata air dan sumur dalam. Kapasitas produksi air bersih dari ketiga jenis sumber adalah sebesar 77.902.392 m3. Jika dibandingkan dengan tahun 1998 yang hanya 71.067.511m3, kapasitas sumber air tersebut mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,34% setiap tahunnya. Jumlah air minum yang disalurkan ke pelanggan oleh PDAM sampai akhir tahun 2002 adalah sebanyak 35.828.311 m3 dengan nilai penjualan sebesar Rp93.839.990.000,00 yang terdiri atas 9 kategori yaitu rumah tempat tinggal 27.777.922 m3 atau lebih dari 77,53%, sedangkan sisanya terdiri dari hotel/obyek pariwisata, badan-badan sosial dan rumah sakit, tempat peribadatan, umum, perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah, dan lain-lain.

TABEL KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA AIR BERSIH KOTA BANDUNG

Jumlah Penduduk
Kapasitas Produksi Eksisting
Kebutuhan
Ideal
Kota
Metropolitan
Kebutuhan
Total
(liter/hari)
Selisih
(liter/hari)
Liter/detik
Liter/hari
1.867.010
2470,2671
213.431.074
185 l/orang/hari
345.396.850
131.965.776

            Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 185 liter/orang, Kota Bandung dengan jumlah penduduk 1.867.010 jiwa membutuhkan 345.396.850 liter/hari. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 185 liter/orang/hari. Namun PDAM Kota Bandung baru dapat memproduksi sebanyak 213.431.074 liter/hari. Sehingga masih dibutuhkan kapasitas produksi sebanyak 131.965.776 liter/hari.
            Dengan asumsi kebocoran yang diperbolehkan untuk Kota Metropolitan sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah 185 liter/orang/hari, maka kebutuhan air bersih untuk Kota Bandung tiap tahun akan semakin bertambah dan  diupayakan air bersih setiap daerah bisa diminimalisir dan setiap lapisan masyarakat bisa menikmatinya.

6. KOMPONEN PERSAMPAHAN
            Seperti kota-kota metropolitan lain, masalah sampah di Kota Bandung merupakan masalah yang serius untuk ditangani. Menurut data dari PD Kebersihan Kota Bandung, pelayanan sampah di Kota Bandung hanya mencakup 62,73% dari total timbulan sampah. Timbulan sampah terbesar berasal pemukiman yaitu sebesar  3.921,76m3/hari atau 57,92% dari total timbulan sampah. Jumlah total sarana pengangkutan sampah adalah sebanyak 108 unit. Sebagian besar masa pakai lebih dari lima tahun, yaitu sebanyak 96 unit. Masalah yang timbul dengan dipakainya alat berumur lama, kerusakan yang terjadi pada alat-alat tersebut. Selain biaya operasional yang tinggi, juga kapasitas dan kemampuan alat tersebut lebih rendah. Dari 108 unit alat pengangkutan yang ada, 34 diantaranya dalam kondisi rusak dan tidak bisa beroperasi.
            Proses terakhir dari pengelolaan sampah adalah pengolahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Untuk melayani pembuangan sampah dari Kota Bandung, tersedia tiga lokasi Tempat Pembuangan Akhir, yaitu TPA Pasir Impun, TPA Leuwigajah dan TPA Jelekong. Namun saat ini, yang bisa beroperasi penuh hanya dua TPA yaitu TPA Leuwigajah dan TPA Jelekong, sedangkan TPA Pasir Impun tidak beroperasi lagi karena tuntutan masyarakat sekitar yang terganggu kenyamanannya dengan adanya TPA tersebut. Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 0.0035 m3/orang/hari, Kota Bandung dengan jumlah penduduk 1.867.010 jiwa, menghasilkan 4068,21 m3 sampah. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 0.0035 m3/orang/hari. Namun PDAM Kota Bandung baru dapat memproduksi sebanyak 4068,21 m3. Sehingga banyaknya sampah yang belum terlayani adalah 2466,32 m3
            Upaya kedepannya Pemerintah atau Instansi yang terkait bisa memperbaiki kinerjanya lagi dalam masalah persampahan dan masyarakat lebih sadar lagi agar tidak membuang sampah sembarangan yang akan mengakibatkan kebanjiran disaat musim penghujan.


7. DRAINASE          
            Kondisi prasarana drainase Kota Bandung secara umum dalam kondisi baik. Frekuensi terjadinya banjir dan genangan juga relatif kecil, mengingat keadaan topografi Kota Bandung yang sebagian besar adalah daerah dengan kemiringan cukup besar. Hanya saja ada daerah-daerah tertentu, pada saat-saat tertentu terjadi genangan akibat sumbatan sampah pada saluran drainase. Untuk itu diupayakan masyarakat lebih memperhatikan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.

8. DAFTAR PUSTAKA

Suminar Laily. 2000. Pentingnya Perencanaan Wilayah dan Kota.  Perencanaan
           Pengembangan Wilayah. Bandung

Pengetian Perencanaan

  Perencanaan adalah cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan – keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program.
       Beberapa ahli lain merumuskan bahwa perencanaan sebagai besar mengatur sumber-sumber yang langka secara bijaksana dan merupakan pengaturan dan penyesuaian hubungan manusia dengan lingkungan dan dengan waktu yang akan datang. Definisi lain dari perencanaan adalah pemikiran hari depan, perencanaan berarti pengelolaan, pembuat keputusan, suatu prosedur yang formal untuk memperoleh hasil nyata, dalam berbagai bentuk keputusan menurut sistem yang terintegrasi. Menurut Wilson, Pengertian Perencanaan merupakan salah satu proses lain, atau merubah suatu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju oleh perencanaan atau oleh orang/badan yang di wakili oleh perencanaan itu. Perencanaan itu meliputi : Analisis, kebijakan dan rancangan.
       Perencanaan yang merupakan suatu proses yang terus menerus selalu menekankan tidak saja pada produk melainkan pada proses penilaian atas sukses tidaknya suatu kegiatan diukur baik dari proses maupun dari outputnya. Sebagian perencana lebih konsern pada output. Proses yang baik belum tentu menjamin output yang baik dan demikian juga sebaliknya. Sebagai suatu proses, perencanaan terkait erat dengan siklus manajemen.

2. Perlunya Perencanaan Wilayah dan Kota
            Perkembangan penduduk perkotaan membawa implikasi meningkatnya kebutuhan perumahan, prasarana dan fasilitas perkotaan. Ini akan menjadi masalah karena pada kondisi sekarang saja, tingkat penyediaan prasarana dan fasilitas perkotaan tersebut masih tidak sebanding dengan permintaan yang ada. Sebagai akibatnya, adanya kelangkaan tersebut berakibat kepada munculnya permasalahan dalam aspek sosial dan ekonomi. Munculnya kawasan-kawasan kumuh dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota (urban poverty) adalah salah satu konsekuensi dari ketidakseimbangan tersebut. Sementara permasalahan-permasalahan tersebut belum mendapatkan jawaban pemecahannya, terdapat kecederungan lain dari sisi pengelolaan pembangunan pada skala kota dan wilayah. Keterbatasan pemerintah dalam pembangunan perkotaan dan wilayah telah mendorong munculnya sebuah paradigma baru pentingnya pelibatan pihak lain (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini  perlunya  perencanaan wilayah dan kota  disebabkan faktor-faktor sebagai berikut:
1.  Banyak di antara potensi wilayah yang terbatas jumlahnya dan juga tidak dapat dapat diperbaharui.  Jika potensi wilayah ini tidak direncanakan penggunaannya dengan baik, maka akan terjadi semacam kepunahan potensi.
2. Seiring berjalannya waktu kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia. Perencanaan diperlukan agar tidak terjadinya perubahan yang tidak terkendali.
3. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi dilapangan sering tidak dapat diubah atau diperbaiki kembali. misalnya adanya penggunaan lahan yang tidak terencana ataupun salah dalam perencanaan. Walaupun kemudian diketahui dampaknya negatif tetapi sulit untuk diperbaiki atau ditata kembali seperti semula.
4. Jika suatu wilayah mempunyai suatu potensi wilayah berupa kekayaan alam harus digunakan atau dimanfaatkan sebaik mungkin. Untuk mencapai hal ini maka pemanfaatan aset itu haruslah direncanakan secara menyeluruh dengan cermat.
4. Kesimpulan
       Perencanaan itu meliputi : Analisis, kebijakan dan rancangan. Maka perencanaan dapat di definisikan cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan – keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program. Serta suatu proses yang terus menerus selalu menekankan tidak saja pada produk melainkan pada proses penilaian atas sukses tidaknya suatu kegiatan diukur baik dari proses maupun dari outputnya.
5. Daftar Pustaka